Enowiga’s Weblog











{Februari 13, 2009}   Ternyata A..A..A.. ckckckck..

Malam itu, tepatnya malam Jum’at (gak tau kliwon apa bukan yang jelas malam Jum’at). Saat itu aku baru selesai sholat Isya dan berusaha merebahkan  badan di kasur tepos (udah gak mepuk lagi), tiba-tiba HPku berdering memainkan lagu tulalit (maklum HP jadul). Aku melihat layarnya yang kelap-kelip, ada tulisan “Ayang” di sana. Aku segera mengangkatnya.  Aku tekan tombol bgergambar telepon berwarna hijau. Tut..
“Assalamualaikum..” Ucapku menyapa orang siseberang.
“Walaiakumsalam,, aduch si Eneng, kemana aja sih. telpon yang tadi kok di putus. Mana gak telpon-telpon lagi.” Ucapnya dengan nada agak sedikit marah. Tadi siang aku memang menelpon mas Yan dan karena dia terlalu sibuk ngobrol sama teman-temannya, telponnya aku reject tanpa basa-basi.
“Maaf mas. Abis tadi mas terlalu sibuk ngobrol ma temen-temen mas sih, ya dari pada aku telpon tapi diem aja dan dikacangin ma mas ya mending telponnya aku matiin dulu.” Aku berusaha membela diri. Jujur sesuai dengan apa yang memang aku rasakan.
“O gitu.” Kiranya dia mengerti apa yang ada dibenakku. ” Kok gak SMS sih? Kan aku jadi bingung.” Dia masih membrondongku dengan pertanyaannya.
“Iya sekali lagi maaf mas, tadi sesampainya dirumah, En langsung nyuci, mandi dan ini baru selesai. Niatnya mau SMS mas, eh mas malah udah telpon duluan.” Aku masih berusaha membela diri.
“O ya udah.” Ucapnya pengetian. Dia memang begitu pengertian, itulah yang aku suka dari dirinya. Walaupu terkadang dia juga terlalu proteksif dan ribet, namun sikapnya yang berusaha mengerti dan melindungi justru membuatku menjadi semakin tertarik padanya.
“Yang, btw kamu masih sering gak ngobrol sama Nirmala?” Ia melanjutkan pembicaraan.
“Nggak mas, jarang, akhir-akhir ini udah nggak pernah lagi malah. Gak tahu kenapa. Sejak dia pindah rumah dan kerja kita judi jarang komunikasi. Kaya kembali ke awalnya lah, toh dulunya kita juga nggak deket. Emang kenapa mas? Mas ada masalah lagi sama dia?” Aku menjawab pertanyaannya dengan panjang lebar. Nampak aneh dia bertanya perihal hubunganku dengan Nirmala. Kami sudah hampir satu tahun tidak bertemu, tumben-tumbenan mas Yan nanya-nanya Nirmala. Emang sih mas Yan paling sering punya masalah sama Nirmala. Gadis itu dulunya teman baik kami, namun sifatnya yang terlalu keras kepala dan manja menjadikan dirinya selalu perang dengan Mas Yan.
“Ah..gak pa-pa.” Jawab mas Yan santai. ” Aku ada cerita nich.”
” Cerita apa mas?” Aku memburu ucapannya tadi.
” Jadi gini, kemaren aku diceritain sama Hendra, Asril sama Buyung. Sekarang ini kan Buyung sama Asril kan satu divisi sama Nirmala, dan si Hendra jadi temen ngobrolnya Nirmala. Kemarin kita ngumpul di kos-kosan, ngomongin kamu sama si Nirmala. Buyung jadi cerita katanya dia sering banget ditanya sama Nirmala perihal tentang kita. Dia malah sering bilang ‘ Yanu kena pelet apa si sama si Eni, kok bisa baru ketemu langsung jadian gitu, mana awet lagi sampe sekarang’ sambil tampangnya judes-judes gitu.
“O ya? Masa sih?” ucapku nggak percaya.
” Iya, beneran. Trus si Asril juga cerita, katanya dia sering ditanya sama Nirmala, dia bilang gini ‘Eh Ril, si Yanu sering nggak telpon-telponan sama si Eni’ Dia nanya gitu. Ya kerena dasarnya si Asril jujur banget orangnya dia jawab aja ‘ Iya Nir, sering, hampir tiap malam malah’ Ek terus katanya muka si Nirmala langsung di tekuk-tekuk gitu, kaya orang marah.”
“Hah??” Aku rada kaget namun lama-kelamaan terkikik.
” Hush jangan ketawa dulu, Hendra juga cerita, Nirmala pernah curhat ma dia katanya Nirmala tu sebenernya sebel sama aku gara-gara aku jadian sama kamu,bukan sama dia, padahal dia dah berharap banget aku jadian sama dia, masalahnya aku lebih banyak ngobrol ma dia buat get info tentang kamu. Mungkin sama dia dikiranya aku naksir kali ma dia, hehehe..” mas Yan terkikik.
“Owww.. jadi ternyata selama ini Nirmala suka ma kamu mas?” ucapku sambil terbahak-bahak.
“Hu-uh, begonya lagi, dia sampe sekarang masih jaim gak mau ngaku kalau dia suka sama aku.” Mas Yan juga terbahak.
“Oww ternyata eh ternyata, aha..aha.. hahahahahahaha..” Kami berdua tak dapat menahan tawa. Suasana kos-kosan jadi ramai. Penghuni kost yang lain pada bingung liatn aku terbahak-bahak sendiri.
“Wahh.. Bangga nich yang punya banyak penggemar..hahahaha.” Sindirku
“Lah ya gak gitu lah. Kalau penggemarnya orang aneh kaya dia mah mending gak usah dech. Kejaiman dodol.” Ucapnya sambil terus tertawa.
” Iya dech..waduch, udah malem banget mas.” Aku menilik jam dinding dengan jarum pendeknya yang sudah tepat mendarat diangka 11. ” Udah jam 11 malem, udah dulu ya, besok sambung lagi.”
“OK dech. Tidur yang nyenyak ya, Istirahat yang cukup. Jangan lupa berdoa sebelum bobo, biar mimpinya indah.” Ia memberi nasihat.
“OK mas. Udah ya, Assalamualaikum..” Ucapku mengakhiri perbincangan.
“Waalaikum salam sayang.” Dia menutu telponnya.
Malam kian larut, penghuni kost yang lain juga sudah berada di alam mimpi, hanya beberapa saja yang masih telpon-telponan dengan pacarnya.
Aku beranjak tidur. Terlelap, menuju alam lain. Alam mimpi.



et cetera